- Go Asianews

Breaking


Jumat, 03 Januari 2020


Banjir dan Kapitalisme
By : Syarifah Ashillah

Banjir kembali menjadi kado pahit untuk Jakarta dan sekitarnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Kamis (2/1) malam, setidaknya 30 orang telah menjadi korban meninggal akibat banjir  dan 62.453 orang mengungsi di 308 titik pengungsian tersebar di 49 Kelurahan dan 34 Kecamatan.

Ketika ini terjadi yang salah bukan hanya Pemimpin daerah setempat atau presiden negeri tersebut, atau salah masyarakatnya yang selalu buang sampah sembarang atau kemiskinan yang memaksa mereka untuk tinggal di bantaran kali, atau intensitas hujan yang tinggi.

Tapi lebih besar ruang lingkupnya mengapa ini terus terjadi, banjir di wilayah Indonesia, Jakarta khususnya bukan sebuah musibah biasa tapi sebuah kesalahan sistemik, karena Jakarta pada dasarnya memang berada di dataran yang rendah dengan kontur tanah yang mengalami penurunan setiap tahunnya. Namun ini juga bukan sumber masalah yang besar karena Belanda 20% wilayahnya berada lebih rendah dari permukaan laut tapi negara kincir angin tersebut dapat mengatasi banjir dengan baik.

Yang menjadi sumber masalah adalah pemikiran mendasar bahwa pengelolaan kota, baik dari segi ekonomi, pelayanan umum, perumahan dan pusat perbelanjaan  diserahkan pada mekanisme pasar, para kapitalis lah yang mengelola suatu wilayah dengan hanya memikirkan keuntungan semata. Yang akan berdampak pada tata ruang yang tidak dipatuhi, tidak meratanya ekonomi  terjadi ketimpangan gedung-gedung berdiri kokoh berdampingan  dengan gubuk reyot di bantaran kali, keserakahan yang membuat daerah hulu digunduli guna pembangunan, lautan di reklamasi, sistem anggaran yang tidak berfokus mengatasi banjir masing-masing gubernur yang memiliki masa jabatan 5 tahun punya cara sendiri jadilah pembangunan acap kali terhenti di tengah jalan, Jepang untuk mengatasi banjir membutuhkan waktu 15 tahun menghabiskan 3 miliar dolar. Keseriusan mereka untuk menanggulangi banjir sekarang dapat di rasakan masyarakatnya. 

Jadi pangkal masalah banjir di Jakarta ataupun Indonesia lebih luasnya adalah penerapan sistem kapitalis dimana korporasi lah di serahkan untuk melayani pasar sedang negara hanya regulator para pengusaha mengesampingkan kepentingan umat. Negara menyiapakan regulasi-regulasi yang mempermudah investor untuk terus mengeruk SDA, terbukti akan di godoknya UU omnibus law cipta lapangan kerja dimana salah satunya mengatur  investor untuk menanamkan investasinya dengan mudah, memangkas regulasi yang ribet menurut investor salah satunya penghapusan IMB dan AMDAL. Ini akan semakin menyumbang tingginya angka kerusakan lingkungan.

Maka dari itu solusi untuk banjir tidak dapat di selesaikan dengan parsial harus menyeluruh ke segala segmen, pembenahan ekonomi, pemahaman masyarakat, kepatuhan pejabat negara dalam pengelolaan kota dan tak dapat di lakukan dalam sistem kapitalisme dimana penguasa dan pengusaha berselingkuh dan masyarakat kembali menjadi korban.

Islam adalah sebuah ideologi dimana seluruh aspek kehidupan di atur dengan baik yang mengedepankan kebutuhan umat. Negara mempunyai tugas riayaah su'unil umah yaitu mengurusi urusan umat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di www.goasianews.com, Terima kasih telah berkunjung.. Semoga anda senang! Tertanda Pemred:
-->