Anggota Komisi I DPR RI Irine Yusiana Roba Putri. (Foto: Runi/Man) |
GoAsianews.com
Jakarta - Kabar kebocoran data 2 juta nasabah BRI Life perlu ditanggapi lebih baik oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dibanding saat penanganan kebocoran data BPJS Kesehatan yang terungkap akhir Mei lalu. Menurut Anggota Komisi I DPR RI Irine Yusiana Roba Putri, Kominfo perlu melakukan asesmen yang lengkap terhadap dampak kebocoran data dan menyampaikannya ke publik, terutama kepada para nasabah BRI Life.
“Hingga saat ini, belum juga ada laporan atau asesmen dari Kominfo kepada publik tentang dampak kebocoran 279 juta data peserta BPJS Kesehatan. Hal ini tidak boleh terjadi terhadap kasus BRI Life. Harus ada transparansi dari otoritas, dalam hal ini Kementerian Kominfo,” kata Irine dalam keterangan persnya, Kamis (29/7/2021).
Politisi PDI-Perjuangan tersebut juga mengatakan, transaksi jual-beli data pribadi yang sering terjadi di forum internet perlu menjadi prioritas Kominfo. “Perlu ada komitmen lebih serius dalam hal anggaran dan sumber daya manusia dari Kominfo terhadap perlindungan data pribadi warga Indonesia,” jelas Irine.
Selain itu, dalam konteks regulasi, legislator dapil Maluku Utara itu menggarisbawahi urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang memadai dan sesuai standar internasional, salah satunya keberadaan lembaga pengawas yang independen.
“Kebocoran data itu sifatnya sudah lintas negara, dan penting bagi Indonesia untuk bisa bekerja sama dengan otoritas di negara lain. Salah satu standarnya adalah keberadaan otoritas independen, yang anehnya justru ditolak oleh Kementerian Kominfo,” ungkapnya.
Dalam pembahasan RUU PDP antara Komisi I DPR RI dan pemerintah, Kominfo menginginkan lembaga pengawas ini berada dalam pengawasan mereka. Sementara, Komisi I DPR RI menginginkan lembaga pengawas ini independen dan bertanggungjawab langsung kepada presiden.
“Sejauh ini penanganan kasus kebocoran data peserta BPJS Kesehatan belum memuaskan. Belum juga ada laporan yang memadai tentang tindak lanjutnya. Padahal dalam kasus kebocoran data, asesmen dan langkah evaluatif yang cepat dan transparan adalah keharusan, seperti kita lihat di Uni Eropa,” tandas Irine. (er/sf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar