Yohandri Akmal. |
Luar biasa, memotivasi dan membuka mata. Kalimat ini muncul dipikiran Penulis setelah membaca isi Surat Cinta Kisman Latumakulita untuk Dewan Pers yang dipublish pada Rabu kemaren (08/09/21) di banyak media online, dengan judul “Dewan Pers Berkhayal Menjadi Ditjen PPG-nya Orde Baru,” Tak ayal, Surat Cinta ini menjadi viral dan menuai banyak apresiasi dari ribuan insan pers tanah air. Pastinya, apresiasi mereka menggambarkan dukungan dan pujian yang begitu besar.
Penulis kutipkan sedikit isi surat tersebut, “Saya menduga Dewan Pres dan para Tenaga Ahli Dewan tampaknya sangat dangkal, kerdil dan miskin pemahaman terhadap sebab-musabah dibalik lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Padahal Pak Habibie dikenal sebagai Bapaknya Demokrasi Indonesia. Salah satu pilar terpenting negara demokrasi adalah kebebasan pers. Tidak seperti Ditjen PPG eranya Orde Baru yang buruk, bobrok dan busuk itu”.
Dewan Pers sebaiknya tidak berkhayal, tidak berangan-angan, tidak bermimpi atau berprilaku seperti Ditjen PPG Departemen Penerangan. Apalagi Dewan Pers sampai menganggap dirinya lembaga superbody, seperti yang dikemukakan pada rapat zoom dengan Redaksi Majalah FORUM (dari rekaman audio Majalah FORUM). Ko, syahwat berkuasa Dewan Pers menonjol bangat. Masa insan pers mengkhayal kekuasaan?. Tulisnya disebagian sedikit isi surat itu.
Sebagai wartawan, bila kita membaca isi Surat Cinta Kisman Latumakulita untuk Dewan Pers tersebut hingga selesai. Maka dapat disimpulkan bahwa cukup banyak makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu, sangat mendorong kecerdasan berfikir serta memiliki banyak pesan perbaikan yang sudah seharusnya dilakukan segera demi terciptanya kembali Marwah Lembaga Pers agar sejalan dengan cita cita demokrasi.
Dikatakan teman seprofesi saya, hanya Lembaga Pers yang tidak punya akal sehat dan rasa malulah yang masih saja tidak mau berbenah untuk menjadi Lembaga Pers BERCITRA BAIK.
Demi dan untuk kemajuan pers tanah air, permintaan maaf dengan sikap gentlemen mengakui kesalahan merupakan sikap Pengurus Lembaga Pers yang ber-ahklak baik, berakal sehat, tidak dungu dan memiliki budaya malu. Sebagai orang timur kita musti menanamkan budaya malu, jangan bersikap tinggi hati padahal sepak terjang sudah sangat memalukan.
“Luar biasa Kisman Latumakulita wartawan Majalah FORUM Keadilan ini, Surat Cinta terbuka untuk Dewan Pers yang dipublish banyak media pers telah dan sangat mewakili suara ribuan insan pers bangsa ini,” ungkapan singkat teman seprofesi kepada saya saat ngopi bareng di sebuah warung kopi tepi pantai.
Berbicara seputar sosok senior pers tanah air, Kisman Latumakulita (wartawan Majalah FORUM Keadilan) dirasa pantas disebut sebagai salah satu senior pers yang memiliki nilai kritis berazaskan akal sehat. Tidak seperti Tokoh Pers atau Penggiat Pers, yang kebanyakan dari mereka justru menjadi sosok Penghianat, Penjilat dan tidak ber-Ahklak, namun dalam kiprah keseharian persnya, sok berlagak punya ahklak.
Jelasnya, isi Surat Cinta tersebut selain sangat bermanfaat, juga mampu menjadi motivasi sekaligus membuka mata para wartawan tentang adanya kedunguan atau ketidakmengertian sebuah Lembaga Pers dalam menjalankan peran dan fungsi lembaganya itu. Padahal jauh sebelumnya, lembaga tersebut mendapatkan dukungan menyeluruh dari semua elemen pers negeri ini. Namun seiring berjalannya waktu, Lembaga Pers tersebut secara terang terangan mulai dan terus memunculkan ke-angkuhan melalui kebijakan aneh aneh yang diproduksinya.
Perlu untuk digarisbawahi bahwa sebagai seorang wartawan, jangan sesekali mau saja di bodoh bodohi melalui kebijakan menyimpang sebuah Lembaga Pers suka suka. Pastinya, buka mata, buka telinga dan gunakan akal sehat. Jadi, bila ada kebijakan Lembaga Pers yang melampaui batas kewenangannya, maka tunjukan nyali mu untuk menentang dan mengkritik, jangan hanya diam membisu bak seperti sapi yang tercucuk hidungnya
.
Kita musti fahami bahwa Dewan Pers tidak akan pernah ada tanpa insan pers, tapi insan pers akan tetap selalu ada tanpa adanya Dewan Pers.
Dewan Pers bukanlah Lembaga yang serta merta leluasa mengatur setiap wartawan hingga dapur redaksi Perusahaan Media dan juga Organisasi Pers. Maka itu, sepak terjang Dewan Pers tidak boleh muncul bak seperti “Lembaga Pers Super Body” yang tidak ber-ahklak, sehingga terkesan sebagai sosok lembaga pengekang kebebasan pers dan penghambat ruang gerak perusahaan media untuk berkembang.
Jika seandainya Lembaga Pers dapat bekerja sesuai fungsi dan kewenangannya secara cerdas dan tidak miskin ilmu, tentulah kriminalisasi dan diskriminasi yang berujung kematian pada diri wartawan di berbagai tanah air, bisa jauh diminimalisir. Begitu juga bila Pengurus di sebuah Lembaga Pers memiliki keprofesionalan berkiprah dan ber-ahklak lurus, tentulah setiap kebijakan yang dilahirkan tidak akan menimbulkan benturan dan preseden buruk dikalangan masyarakat pers.
Dirasa tidak lagi menjadi rahasia umum, bahwa Dewan Pers memang kerap dipermalukan oleh beberapa Tokoh Pers Idealis melalui kritikan tajamnya, baik secara lisan maupun tulisan, baik yang di publish melalui media cetak maupun media online.
Saat ini yang lebih menarik lagi adalah, uji materi UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK) bergulir di persidangan, fakta itu terjadi akibat sepak terjang Dewan Pers yang dianggap telah melampaui kewenangannya. Sedangkan di tahun sebelumnya, Dewan Pers digugat keras oleh banyak insan pers atau Organisasi Pers. Sejarah kelam itu hingga sekarang masih teringat jelas di benak para wartawan.
Sekarang kini, sangatlah disayangkan bahwa sikap kritis sosok penggiat atau tokoh pers yang berselimutkan akal sehat dalam memperjuangkan dan menyuarakan seputar dunia pers secara lurus dan benar, memang sangat sedikit dimiliki negeri ini. Artinya, kebanyakan dari mereka justru ialah sosok Penggiat atau Tokoh Pers PENGHIANAT, PENJILAT dan TAK ber-AHKLAK. Jadi tidaklah heran jika ditemukan banyaknya kriminalisasi dan diskriminasi yang menimpa insan pers tanah air, bermunculan silih berganti. Selain akibat ulah peran busuk mereka yakni para penghianet pers itu, minimnya keberpihakan Dewan Pers pada insan pers, juga merupakan salah satu penyebabnya.
Jika akhlak Pengurus Lembaga Pers itu baik, maka dipastikan pengalaman dan ilmu pers yang ia dapati akan terterapkan dengan baik. Sebaliknya, jika ahklak ia buruk maka penerapan ilmu pers yang ia kantongi akan berjalan dengan buruk. Sehingga, kerusakan demi kerusakan pada dunia pers bakal terus terjadi dan berkembang pahit.
Bila punyai ilmu yang cerdas di bidang pers, maka pergunakanlah ilmu itu untuk kemajuan dunia pers bangsa ini. Dan jika menjadi tokoh pers maka jadilah tokoh yang bermanfaat sekaligus berguna bagi semua wartawan. Dan sebagai Lembaga Pers, hadirlah menjadi rompi pelindung insan pers, jangan menjadi penghianat yang tidak bermoral.
Selanjutnya, jangan sesekali menghilang lenyapkan jasa mulia wartawan dan organisasi pers yang menjadikan Dewan Pers bisa terlahir besar dan berwibawa. Dan jangan pula begitu mudah melupakan kebaikan mereka dengan diganti kebijaksan semena mena.
Tentunya, hanya Lembaga Pers yang tidak tau di untunglah yang berani mengkecilkan dan melupakan perjuangan panjang insan pers dan organisasi pers dalam mengantarkannya menjadi Lembaga Pers yang sukses dan besar.
Bila lupa, maulah untuk di-ingatkan. Dan jika salah, mau pulalah untuk diberi nasehat. Jika sebaliknya, maka pantaslah rasanya bila lembaga tersebut di cap sebagai Lembaga Pers bermuka BADAK alias tidak tau di untung.
Untuk dan demi tegaknya pilar ke-empat demokrasi, jadilah Pengurus Lembaga Pers yang cerdas, ber-ahklak dan profesional. Dan demi kelangsungan hidup insan pers tanah air, jadilah Lembaga Pers yang bisa memayungi insan pers.
By : Yohandri Akmal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar