GoAsianews.com
Jakarta - Pemerintah meminta masyarakat ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan dan penyelewengan dalam penyaluran dan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG) bersubsidi.
Pasalnya, pemerintah Indonesia kini telah memiliki instrumen hukum untuk menjerat para pelaku penyalahgunaan BBM dan elpiji subsidi dengan pidana penjara paling lama enam tahun dengan denda maksimal Rp60 miliar.
Sanksi itu tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
"Kami sudah memiliki satu perangkat (regulasi) dan ini akan kami sosialisasikan sebelum kami terapkan secara konsisten," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dikutip Antara, Minggu 17 April 2022.
Arifin mengatakan pihaknya akan melakukan sosialiasi regulasi ini untuk pihak-pihak yang tidak mendapatkan hak mereka agar berhati-hati supaya klausul ini bisa tidak diberlakukan terutama untuk para penampung.
Menurutnya, kecurangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM dan elpiji subsidi berpotensi menambah beban keuangan negara.
"Kalau harga minyak dunia bertahan di level sekarang, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji. Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu," kata Arifin.
Ia memastikan bahwa pasokan bahan bakar minyak dan elpiji sepanjang tahun ini dalam kondisi aman. Pemerintah memprioritaskan kestabilan pasokan agar kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi terlebih menjelang Lebaran 2022.
Saat ini harga jual bahan bakar minyak dan elpiji bersubsidi jauh dari harga keekonomian yang tengah melambung tinggi sehingga masyarakat diimbau untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kemampuannya agar alokasi subsidi BBM dan elpiji tidak tergerus dan lebih tepat sasaran, katanya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar