GoAsianews.com
Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD-RI) asal daerah pemilihan Provinsi Aceh, H. Sudirman meminta Pemerintah untuk bertindak tegas jika isu terkait rencana pelaksanaan pertemuan komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) se-Asean di Jakarta benar adanya.
Dalam pernyataannya Senator yang populer disapa Haji Uma oleh masyarakat Aceh ini mengatakan bahwa sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dan juga dikenal tegas menolak gerakan LGBT, Indonesia sepertinya menjadi salah satu sasaran utama dari gerakan LGBT untuk mendapatkan legitimasi.
Menurut Haji Uma, masyarakat Indonesia berkomitmen untuk penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), namun di lain sisi Bangsa Indonesia memiliki nilai dan norma luhur serta kearifan yang memiliki alasan filosofis berbeda dengan HAM yang dianut secara universal.
“LGBT bertolak belakang dengan nilai dan norma serta kearifan kita. Karena itu, tidak ada tempat serta ruang bagi gerakan LGBT dan mayoritas rakyat di Indonesia menolaknya," ujar senator yang duduk di Komite IV DPD RI ini.
Penolakan juga disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. terkait rencana agenda Asean Queer Advocacy Week (AAW) pada 17-21 Juli 2023 mendatang di Jakarta. Menurutnya, AAW menyimpang dari nilai-nilai ketimuran yang selama ini menjadi prinsip hidup masyarakat di Indonesia.
“Negara kita masih kuat memegang adat ketimuran, sementara LGBT jelas bertentangan dengan adat kita. Oleh sebab itu, pihaknya meminta pihak-pihak terkait, dalam hal ini kementerian dan kepolisian, tidak memberikan izin maupun akses atas penyelenggaraan kegiatan tersebut. Ini untuk menghindari kerusuhan sekaligus untuk menjaga moralitas bangsa dari hal-hal yang dapat merusaknya,” ujar pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut pada Senin (10/07) melalui keterangan yang diberikan kepada media.
AAW sendiri merupakan tempat berkumpulnya para aktivis LGBTQ Asia Tenggara untuk saling terhubung serta memperkuat advokasi satu sama lain. Sementara sponsor utamanya adalah ASEAN SOGIE Caucus, organisasi di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2021, bersama Arus Pelangi dan Forum Asia.
“Organisasi-organisasi di bawah PBB tentu telah memahami bagaimana prinsip-prinsip demokrasi, yakni di antaranya tidak memaksakan diri jika terjadi penolakan. Menghargai penolakan atas perbedaan prinsip ini menjadi bagian dari kehidupan demokrasi. Jadi kalau masyarakat Indonesia menolak, kami harap ASEAN SOGIE Caucus di bawah PBB bisa menghargai prinsip ini karena berhubungan dengan kedaulatan bangsa dan bisa melukai hati masyarakat,” jelas Senator Indonesia asal D.I. Yogyakarta tersebut.
Lebih lanjut, menurut Gus Hilmy, penolakan ini tidak bersifat diskriminatif. Pasalnya, sejauh ini, negara memberikan kebebasan kepada setiap penduduknya untuk mengekspresikan diri.
“Tidak ada diskrimasi sama sekali. Jangan hanya karena ditolak kemudian mengatakan yang bertentangan dengan kita itu antidemokrasi. Itu tidak benar. Prinsipnya, kita berhak membatasi apa saja dan siapa saja yang masuk ke dalam rumah kita. Juga selama ini, negara tidak membatasi setiap warga negaranya untuk berekspresi. Anda boleh menyampaikan aspirasi, boleh bekerja di mana saja di bidang apa saja, boleh berorganisasi, dan lain sebagainya,” pungkas Gus Hilmy. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar